Mahmud Marzuki, Pejuang Asal Kampar yang jadi Pengibar Merah Putih Pertama di Riau

Mahmud Marzuki, Pejuang Asal Kampar yang jadi Pengibar Merah Putih Pertama di Riau
Tokoh Kabupaten Kampar, Mahmud Marzuki

AmiraRiau.com- Mahmud Marzuki merupakan pejuang asal Kampar, Riau. Dilahirkan dikampung Kumantan, Bangkinang dalam daerah provinsi Riau pada tahun 1915.

Ayahnya bernama Pakih Rajo, bekerja sebagai Andemar dan disamping itu anggota partai Serikat Islam. Ia berasal dari Kubang Putih-Bukittinggi. Ibunya bernama Hainah, pekerjaan dagang beras dipasar Bangkinang.

Melansir Kompas tanggal 27 Juli 2022, disebutkan Mahmud Marzuki adalah tokoh yang mengabarkan kemerdekaan ketika berkhotbah selepas shalat Ied pada 6 September 1945.

Baca Juga:

Tindaklanjuti Usulan Mahmud Marzuki jadi Pahlawan Nasional, Pj Bupati Hambali: Perbaiki Kekurangan

Selain itu, Mahmud Marzuki juga menjadi pengibar bendera Merah Putih pertama kali di Provinsi Riau.

Namun, ia tak lama merasakan kemerdekaan Indonesia karena pada tahun 1946 meninggal dunia setelah mengalami siksaan ketika berada di tahanan Jepang.

Masa muda

Mahmud Marzuki lahir di Bangkinang, Kabupaten Kampar, Provinsi Riau pada tahun 1911. Ketika kecil, ia memiliki keinginan untuk menempuh pendidikan yang tinggi. Marzuki kemudian sekolah di Velkschool di Bangkinang dari tahun 1918 hingga 1921.

Selanjutnya, Marzuki sekolah di Tarbiyah Islamiyah di Kampar hingga tamat pada tahun 1934. Pada tahun 1935, Marzuki melanjutkan pendidikan ilmu agama di Perguruan Islam Nazmia Arabic College Lucknow di India. Ia sekolah di India hingga tahun 1938.

Perjalanan karier

Setelah kembali dari studinya di India, Marzuki disambut bangga oleh masyarakat Kampar.

Ia bertemu dengan berbagai tokoh agama, guru, dan tokoh adat. Ia mulai mengajar di kampung halamannya. Lama mengajar, Marzuki kemudian dipercaya menjadi pengelola di Pesantren Tarbiyatul Islamiyah di Kampar. Tahun 1939, Marzuki masuk organisasi Muhammadiyah. Setahun kemudian ia pindah ke Payakumbuh, Sumatra Barat.

Di Payakumbuh, Marzuki terus berdakwah dan mengajar. Selain itu, ia juga dipercaya sebagai Pimpinan Cabang Muhammadiyah.

Mulai berjuang

Ketika Jepang menguasai Indonesia pada tahun 1942, Mahmud Marzuki diangkat masyarakat Bangkinang sebagai salah satu pemimpinperjuangan. Saat itu ada banyak tokoh penting di Kampar, namun Mahmud Marzuki dipilih karena bisa menyatukan masyarakat.

Jepang sempat mengangkat Mahmud Marzuki menjadi anggota Su Sangi Kai atau parlemen tingkat provinsi dari masyarakat Kampar. Namun, Jepang sering membuat kekacauan ketika menguasai Kampar. Marzuki bersama rakyat kemudian melawan pasukan Jepang. Salah satu bentuk perlawanannya adalah memboikot Jepang dengan tidak menyerahkan hasil panen padi.

Era Kemerdekaan

Ketika Indonesia merdeka pada 17 Agustus 1945, kabar tersebut belum diketahui oleh masyarakat Kampar. Mahmud Marzuki yang mendengar kabar tersebut, berusaha mencari informasi yang valid terkait kemerdekaan. Baru pada 6 September 1945, setelah Sholat Ied, Mahmud Marzuki menyampaikan khotbah sekaligus mengabarkan kemerdekaan Indonesia.

Kemudian pada 11 September 1945, Mahmud Marzuki mengajak masyarakat kumpul di Kantor Demang Bangkinang. Di sana, Mahmud Marzuki menggelar upacara kemerdekaan dan meminta masyarakat untuk bersiap mempertahankan kemerdekaan. Saat itu, Mahmud Marzuki menjadi orang pertama di Kampar yang mengibarkan bendera Merah Putih sebagai tanda kemerdekaan Indonesia.

Meninggal dunia Setelah memperjuangkan dan mempertahankan kemerdekaan Indonesia di Kampar, terjadi gejolak dengan Jepang. Mahmud Marzuki menjadi salah satu tokoh yang ditahan oleh pihak Jepang yang saat itu masih berada di Indonesia. Selama ditahan, Mahmud Marzuki mendapat siksaan berupa pukulan. Ia menderita siksaan ditahanan selama 21 hari.

Setelah itu Mahmud Marzuki dibebaskan. Ia kemudian berdakwah dan menggelorakan pengusiran Jepang. Ia berjuang mempertahankan kemerdekaan hingga meninggal dunia karena sakit akibat siksaan pada 5 Agustus 1946 saat berusia 35 tahun.***

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index