Orang Kayo Hitam Dan Puteri Selaras Pinang Masak

Maskot dan Legenda, dua hal yang harus bersinggungan.

Bagi masyarakat Jambi, nama Orang Kayo Hitam, adalah sesuatu yang “keramat”. Ia hadir dalam sejarah silam, dan masih “hidup” hingga saat ini.

Sebuah lagu pun telah dipersembahkan untuknya, dengan judul yang sama dengan namanya. Lagu itu, selalu diperdengarkan di banyak acara seremonial. Cukup seperti itu saja?

Perjalanan menuju makam Orang Kayo Hitam, adalah sama sulitnya seperti masa lalu. Jalanan yang rusak, tanah merah yang bergelombang dan berlubang. Hanya sesekali lapisan aspal yang baik.

Makam Orang Kayo Hitam di tepi (sungai) Batanghari. Makam ini, telah banyak dikunjungi peziarah, dan adalah sepatutnya mendapat perhatian dari pemerintah. (credit tittle : Jon Afrizal)

Jarak tempuh yang memakan waktu tiga jam perjalanan darat, dari Kota Jambi, menuju Kecamatan Berbak Kabupaten Tanjungjabung Timur.

Ketika melewati ruas jalan berdebu itu, juga ditemui Taman Hutan Raya (Tahura) Orang Kayo Hitam. Kondisinya, juga tak berbeda dengan jalan itu.

Lebih dari 50 persen dari total luas tahura, yakni 18.234 hektare telah terbakar pada “musim” kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) pada tahun 2015 lalu. Hingga kini, tetap belum ada perbaikan.

Sebelum sampai ke makam Orang Kayo Hitam, akan melintasi makam Puteri Selaras Pinang Masak. Ia adalah adik bungsu dari Orang Kayo Hitam.

Makam Puteri Selaras Pinang Masak yang berada di tepi jalan Kota Jambi-Suak Kandis. Makam ini menyimpan sejarah wilayah Jambi. (credit tittle : Jon Afrizal)

Orangtua mereka, adalah Datuk Temenggung Mareha Mata. Datuk memiliki lima orang anak. Yang tertua bernama Orang Kayo Hitam, yang kedua Orang Kayo Pinagi, lalu Orang Kayo Gemuk, kemudian Orang Kayo Padataran, dan yang paling bungsu seorang wanita bernama Puteri Selaras Pinang Masak.

Lokasi makam puteri, berada di Desa Pemunduran Kecamatan Kumpe Ulu Kabupaten Muarojambi.

Menurut cerita lisan, nama Pemunduran diambil dari tindakan puteri yang kembali ke “darat”.

Sewaktu itu, wilayah Jambi berada di bawah kekuasaan Kerajaan Mataram. Dan, Orang Kayo Hitam adalah raja kedua wilayah Jambi untuk Kerajaan Mataram.

Makam Orang Kayo Hitam sendiri berada di tepi laut. Laut, dalam kasanah lokal, adalah (sungai) Batanghari yang alirannya menuju ke laut Cina Selatan. Tepat di samping makamnya, terdapat makam isterinya, Puteri Mayang Mangurai.

Sejarah adalah berupa potongan-potongan puzzle. Potongan demi potongan harus disandingkan secara sabar, dan satu per satu. Hingga terbentuk sebuah gambar yang komplit.

Yang harus dipahami, bahwa selalu ada hal-hal yang dirahasiakan dengan petuah “Kalu dak salah”. Agar tidak terungkap semua hal yang sebaiknya “disembunyikan” dari musuh.

Tetapi, apa yang telah menjadi “tuah” tidak sepatutnya tidak dihargai. Hanya menjadi maskot yang kosong tanpa arti.

Sewaktu berkunjung ke makam Orang Kayo Hitam, Minggu (22/08), tanpa diduga, penulis bertemu dengan Gubernur Jambi Al Haris.

Bincang-bincang pun berujung kepada kata-kata bahwa, menurut Al Haris, “makam ini akan diambil alih pengelolaannya.”

Pada saat kunjungan religi ini, Al Haris pun sempat berdoa di makam itu. Doa yang diperuntukkan untuk Orang Kayo Hitam dan isterinya.

“Berdoalah untuk datuk dan nyai,” katanya kepada rombongannya.

Adalah sepatutnya untuk menghormati para leluhur. Mereka yang telah “mengisi” sekian banyak acara seremonial protokoler, dan menjadi maskot.

Sebab, jika seorang pemimpin tidak peduli dengan leluhur dan sejarah masa lalu, maka patut juga dipertanyakan, apakah ia akan peduli dengan rakyatnya. *

gambar