PT. Padasa Enam Utama Angkat Bicara Terkait Tuntutan Yayasan MRR

PT. Padasa Enam Utama Angkat Bicara Terkait Tuntutan Yayasan MRR

Bangkinang (AmiraRiau.com) - Yayasan Majelis Rakyat Riau (MRR) menuntut PT. Padasa Enam Utama terkait pengelolaan lahan di kawasan hutan lindung Bukit Suligi di Kabupaten Kampar, Riau. Yayasan Majelis Rakyat Riau mengajukan gugatan legal standing kepada PT. Padasa Enam Utama, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan turut tergugat I, Balai Pengamanan dan Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan (BPPHLHK) Wilayah Sumatera turut tergugat II serta Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Riau turut tergugat III.

Yayasan Majelis Rakyat Riau mengajukan legal standing ke Pengadilan Negeri Bangkinang melalui kuasa hukum Iriansyah dan Rusdi Nur, SH., MH. Pihaknya menuntut agar tergugat menebang kelapa sawit yang telah ditanam di atas areal kawasan Hutan Lindung Bukit Suligi dan mengembalikan fungsi lahan tersebut sebagai hutan lindung, serta merawat hutan tersebut selama 6 tahun berturut-turut dengan biaya yang ditanggungkan oleh tergugat tanpa syarat.

"Kami menemukan PT. PEU telah menambah areal perkebunan kelapa sawit dengan melaksanakan pola kemitraan di atas tanah/lahan seluas lebih kurang 2.543 hektar. Di samping itu tergugat secara nyata menduduki dan menguasai tanpa hak dan melawan hukum di luar areal konsesi yang diberikan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan antara lain di atas lahan 1.880 hektar dengan cara merambah areal hutan produksi yang dapat dikonversi serta seluas 611 hektar merambah areal Hutan Lindung Bukit Suligi," papar Drs. H. Suhardiman Amby, Ak., MM. selaku Presiden Yayasan Majelis Rakyat Riau.

Sidang yang berlangsung di Pengadilan Negeri Bangkinang pada Kamis (04/06/2020) merupakan sidang lanjutan pembuktian permulaan kedudukan penggugat. Iriansyah menyerahkan sejumlah bukti kegiatan Yayasan Majelis Rakyat Riau selama berdiri.

Menanggapi gugatan Yayasan Majelis Rakyat Riau (MRR), PT. Padasa Enam Utama menanggapi melalui kuasa hukumnya F.M. Muslim, SH.

"Terhadap legal standing penggugat, kami menyampikan kenberatan karena secara fakta hukum, penggugat tidak memenuhi syarat formil tentang kapasitas hukum mengajukan legal standing karena berdirinya badan hukum penggugat belum sampai 2 tahun. Ditemukan fakta bahwa Yayasan Majelis Rakyat Riau disahkan oleh Kemenkumham pada 19 November 2019. sedangkangugatan Aquo yang diajukan oleh penggugat pada 10 Desember 2019. Adapun syarat paling singkat 2 tahun sesuai pasal 92 UU 32 tahun 2009 tentang lingkungan hidup. Berdasarkan hal tersebut, kami mohon majelis hakim sepatutnya menyatakan gugatan penggugat tidak dapat diterima," papar Muslim dari Kantor Advokat Virangga and partners kepada AmiraRiau pada (16/06/2020).

"LSM yang menggugat harus memiliki kepedulian yang nyata dan harus bersifat representatif seperti melakukan advice maupun bantuan hukum dan sosialisasi mengenai lingkungan hidup kepada masyarakat dan perbuatan yang nyata lainnya di bidang lingkungan hidup. Sesuai dengan Putusan Tata Usaha Negara Nomor 088/G/1994/Piutang Negara. Berdasarkan dalil gugatan penggugat, penggugat belumlah melakukan kepedulian yang nyata. Sehingga secara hukum penggugat tidak mempunyai kapasitas hukum/legal standing dalam mengajukan gugatan legal standing perkara aquo," pungkas F.M. Muslim, SH.

Perusahaan kelapa sawit yang telah beroperasional di Riau selama 20 tahun tersebut mengklarifikasi bahwa pola kemitraan dengan masyaralat dengan KKPA menguntungkan kedua belah pihak. Hal itu merupakan upaya PT. Padasa Enam Utama untuk menyejahterakan masyarakat di sekitar PT. Padasa Enam Utama.

Selain itu perusahaan milik Nofrianti H Sebuya tersebut juga telah memberikan hak masyarakat adat untuk mengelola lahan sebesar 20% dari luas lahan yang dikelola PT. Padasa Enam Utama untuk kesejahteraan masyarakat.

 

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index