Setelah Kejaksaan Agung, Giliran KPK Temui Petani Sawit Riau Ungkap Tata Kelola

PEKANBARU – Perhatian kepada sawit Indonesia menjadi atensi Aparat penegak hukum. Setelah beberapa bulan terakhir Kejaksaan Agung (Kejagung) dan Kepolisian Republik Indonesia (POLRI), kini Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melalui Direktorat Deteksi dan Analisis Korupsi sedang melakukan konsolidasi tatakelola perkebunan kelapa sawit, terkhusus perkebunan kelapa sawit rakyat.

Hal ini dimulai dari kunjungan KPK ke beberapa kabupaten di Riau untuk konsolidasi dan mendengar keluhan yang dihadapi petani sawit. Fokus dari kunjungan KPK tersebut adalah bertemu dan berdialog dengan APKASINDO (Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia) Riau, Kelompok Tani dan Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan).

Menurut surat KPK dengan nomor B/4541/MON.00/34/08/2023 tanggal 4 Agustus 2023, yang ditujukan kepada Ketua Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) APKASINDO Provinsi Riau, diketahui bahwa terdapat empat sampel DPD (Dewan Pimpinan Daerah) APKASINDO dari 11 DPD yang menjadi fokus pertemuan tersebut, yaitu DPD APKASINDO Kampar, Pelalawan, Siak dan Kuantan Singingi.

KH Suher, Ketua DPW APKASINDO Riau, membenarkan surat KPK tersebut.

“Alhamdulillah KPK mempercayakan ke APKASINDO perihal data dan informasi yang dibutuhkan tentang tatakelola perkebunan kelapa sawit rakyat di Provinsi Riau.Pertemuannya dilakukan secara terbatas di masing-masing 4 DPD APKASINDO tadi  dari tanggal 8-14 Agustus sesuai jadwal dari KPK”.

Pertemuan dengan empat DPD APKASINDO tersebut telah berlangsung dengan baik dan lancar di kantor/sekretariat DPD APKASINDO masing-masing. Kebetulan pengurus inti dari masing-masing DPD hadir langsung.

“Sedangkan untuk pertemuan KPK dengan DPW APKASINDO Riau dilakukan yang terakhir (14/8/2023) setelah empat DPD tadi  di kantor DPW jalan Arifin Ahmad, Pekanbaru. Tim KPK yang hadir langsung ke Riau empat orang, yang diketuai oleh Bapak Suyadi dari Direktorat Deteksi dan Analisis Korupsi KPK,” lanjutnya.

Banyak sekali poin-poin deteksi dan analisa yang dibahas dalam pertemuan KPK-APKASINDO, KPK meminta laporan dari masing-masing DPD perihal materi pertemuan, namun secara umum topiknya sama.

“Saya memahami bahwa tujuan utamanya KPK dari Direktorat Deteksi dan Analisis Korupsi ini adalah untuk perbaikan tata kelola industri kelapa sawit dan KPK ingin mendapatkan data dan informasi yang sebenar-benarnya dari kami petani sawit,” ujar KH Suher.

Adapun poin-poin deteksi dan analisis korupsi yang difokuskan KPK antara lain terkait ke klaim Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) terhadap kebun petani sawit dalam kawasan hutan, kemudian permasalahan harga TBS (Tandan Buah Sawit) petani terkait Permentan 01 tahun 2018, tatacara penetapan harga TBS, siapa saja tim harga TBS Riau, bagaimana implementasi harga TBS Petani versi penetapan Dinas Perkebunan di PKS (Pabrik Kelapa Sawit).

Kemitraan petani sawit yang tidak diwajibkan kepada PKS-PKS, PKS tanpa kebun yang lebih dominan menekan harga TBS petani dan tidak patuh kepada harga TBS Disbun, bagaimana sistem pembelian TBS Petani, mengenai pajak TBS oleh PKS, kecurangan PKS dalam hal potongan wajib timbangan, timbangan PKS tidak pernah ditera, perbedaan harga TBS petani di PKS-PKS, implementasi Pergub 77 tentang Tataniaga TBS Petani Sawit, mengapa petani sawit masih sangat sedikit yang sudah ISPO dan apa saja kendalanya, mengapa terjadi selisih harga TBS yang cukup jauh antara petani swadaya dengan petani bermitra.

Apa dasar penetapan harga TBS petani swadaya kalau faktanya tidak dilindungi oleh Permentan, bagaimana hubungan harga TBS dengan harga CPO hasil tender di KPBN, bagaimana perhitungan produk sampingan TBS seperti cangkang, bungkil dan jangkos terhadap harga TBS, bagaimana kejujuran data-data yang disajikan oleh korporasi PKS dalam penetapan harga TBS di Disbun Riau tiap minggunya, bagaimana pendapat petani sawit terhadap Bursa CPO dan Kantor Lelang CPO (KPBN), bagaimana peran Dinas Perkebunan dalam hal keadilan harga TBS petani baik di harga Disbun dan eksisting di PKS, serta bagaimana peran asosiasi sawit dalam penetapan harga TBS dan terkait ke UUCK.

“Yang terakhir dan paling lama dibahas adalah kejujuran PKS dalam menyajikan data Biaya Operasional Langsung (BOL), pertanggungjawaban Biaya Operasional Tidak Langsung (BOTL) dan relevansi Indeks K. Perihal BOL dan BOTL ini memang sangat menjelimet, termasuk peran Gubernur Riau melalui Disbun Riau, peran asosiasi sawit, semua ditanya secara rinci,” ungkap KH Suher.

Memang ada juga disinggung mengenai peran Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) sejak berdiri tahun 2015 dalam hal produktivitas kebun petani sawit. Kami berdiskusi tanya jawab tentang mengapa capaian PSR di Riau khususnya sangat rendah, mengapa dana sarana prasarana, khususnya terkait alat mesin pertanian, jalan dan jembatan yang hampir nol persen serapannya.

Perihal PKS Petani sawit juga menjadi fokus diskusi dengan KPK baik di DPD maupun di DPW, karena muncul keheranan KPK karena tidak adanya PKS Petani, padahal 42% kebun sawit di Indonesia dikelola oleh petani sawit.

“Perihal PKS ini memang saya akui bahwa masih nol persen BPDPKS membantu Petani. Hal ini saya jelaskan bahwa sebelum mendapatkan dana Sarpras tersebut, petani sawit wajib mendapatkan rekomtek dari Kementerian Pertanian, dimana persyaratannya hampir tidak mungkin kami bisa penuhi,” urai KH Suher.

Apalagi di Kepditjendbun Nomor 62/2023, yang menggantikan Kepdirjendbun yang lama (Nomor : 273/2020), dikatakan bahwa koperasi atau kelembagaan petani wajib menyediakan modal awal 30% dari dana yang dimohonkan ke BPDPKS terkait ke dana Sarpras PKS.

“Misalnya, PKS 15 ton per jam diajukan Rp100 Milyar, maka kami wajib menyiapkan dana Rp30 Milyar dalam rekening. Ini suatu yang gak masuk akal dan tidak mungkin bisa kami gapai dan hal ini mendapat perhatian yang serius dari KPK,” lanjut KH Suher.

“Perihal Jaga Zapin (Jaga Zona Pertanian, Perekonomian dan Perindustrian) yang dicetuskan oleh Kejaksaan Tinggi Riau, kami sampaikan juga dan mengapresiasi Pak Kajati Riau,” ujar KH Suher, saat di lansir sawitsetara.com

Tujuan utama dari Jaga Zapin tersebut adalah menjaga kami petani sawit, melalui stabilitas harga TBS petani dan transfaransi penetapan harga TBS di Disbun serta implementasinya di PKS.

“Memang Jaga Zapin levelnya baru ditingkat Kejati Riau dan Disbun Riau, kami dengar segera implementasikan di level Kejari dan Bupati atau Walikota, karena kebun dan PKS itu ada di kabupaten kota,” ujar KH Suher dalam pertemuan tersebut.

“Nampaknya KPK sangat serius mengkaji industri sawit ini dari sektor hulu sampai hilir dan hubungannya kepada kondisi kami petani sawit. Mengenai kesimpulan rapat tiap-tiap pertemuan dengan APKASINDO kami serahkan kepada KPK karena kami diminta hanya menjawab apa yang ditanya dan KPK merekam dan mencatat apa yang kami jelaskan,” kata KH Suher.

“Kami APKASINDO Riau, berharap KPK juga mengunjungi provinsi sawit lainnya supaya apa yang menjadi kebijakan KPK, baik melalui pencegahan maupun penindakan, menjadi cara untuk memperbaiki tatakelola sawit di Indonesia,” harap KH Suher. ***

gambar