Bupati Perempuan di 'Negeri Istana Matahari Timur'

Bupati Perempuan di 'Negeri Istana Matahari Timur'

Oleh Chaidir

YES! Tidak ada lagi aral melintang. Perjuangan panjang melelahkan pasangan calon bupati dan wakil bupati Siak, Dr. Afni Z-Syamsurizal, berakhir happy-ending. Pasangan ini akan segera dilantik. Dr. Afni mengukir sejarah sebagai perempuan pertama yang menduduki singgasana di Siak Sri Indrapura sebagai Bupati Siak, sebuah negeri legendaris yang dijuluki "Negeri Istana Matahari Timur". 

Andai bisa tersenyum, Sungai Jantan yang membelah Negeri Istana Matahari Timur ini, yang menyimpan misteri didiami hewan misterius gajah putih, ikan duyung, sosok naga, dan buaya putih, barangkali akan ikut tersenyum pula menyaksikan seorang tokoh perempuan muda berkesempatan menaiki singgasana kabupaten sebagai nakhoda. 

Perjuangan penuh lika-liku Dr. Afni Z-Syamsurizal pasti memberi pembelajaran yang amat berharga, sebab Kabupaten Siak yang akan mereka julang ke depan, adalah sebuah negeri istimewa, yang memiliki nama besar, sarat dengan lembaran-lembaran tinta emas. Dan ini merupakan beban moril yang tidak ringan. 

Dr. Afni memang bukan penerus dinasti Kesultanan Siak Sri Indrapura, tapi Kabupaten Siak dalam struktur pemerintahan Provinsi Riau, tak bisa dilepaskan dari sejarah Kesultanan Siak Sri Indrapura. Kabupaten Siak dijuluki sebagai "Kota Istana" karena di Siak Sri Indrapura (ibukota Kabupaten Siak) berdiri dengan megah Istana Kesultanan Siak yang sudah diakui sebagai situs sejarah. Istana tersebut diberi nama Istana Asserayah Hasyimiah atau Istana Matahari Timur, merupakan kediaman resmi Sultan Siak, mulai dibangun pada tahun 1889 selesai pada tahun 1893. 

Sejarah mencatat, di awal kemerdekaan Indonesia, Sultan Syarif Kasim II, merupakan Sultan Siak terakhir, menyatakan kerajaannya bergabung dengan negara Republik Indonesia. Sultan Syarif Kasim II menyumbang harta kekayaan pribadinya sejumlah 13 juta gulden (sekarang setara sekitar Rp 1,074 triliun) kepada Pemerintah Republik Indonesia melalui Presiden Soekarno pada tahun 1945. Sumbangan ini merupakan bagian dari dukungan Sultan terhadap perjuangan kemerdekaan Indonesia. Sumbangan ini menjadi bukti nyata dukungan Sultan Siak terhadap perjuangan kemerdekaan Indonesia, dan tak ternilai harganya. 

Selain sumbangan 13 juta gulden tersebut, Sultan Syarif Kasim II juga menyerahkan mahkota berlian miliknya, pedang keris, dan harta-harta bernilai lainnya. Pernyataan bergabung dengan negara Republik Indonesia ini, secara otomatis juga menyerahkan seluruh wilayah Kesultanan Siak yang kaya akan bahan tambang minyak, yang kelak kemudian hari menjadi sumber pendapatan negara untuk mengisi kemerdekaan membiayai pembangunan di seluruh nusantara. Dalam pemerataan pemerataan pembangunan nasional berdasarkan pendekatan luas wilayah dan jumlah penduduk sebelum era reformasi, wilayah Riau sendiri yang merupakan eks wilayah Kesultanan Siak, hanya mendapat porsi kecil dari pemerataan tersebut. Kondisi ini sering diratapi, masyarakat Riau ibarat ayam bertelur di lumbung padi mati kelaparan. 

Istana Kesultanan Siak Sri Indrapura yang berdiri di tepi Sungai Jantan tidak hanya memiliki bangunan yang megah dan indah, istana ini menyimpan beberapa fakta menarik. Salah satu di antaranya adalah “komet”. Komet yang ada di Istana Siak Sri Indrapura adalah sebuah kotak musik antik sejenis gramofon yang dibawa oleh Sultan Siak XI dari Eropa pada tahun 1896. Komet menghasilkan musik instrumental klasik Jerman abad ke-18, karya komponis seperti Beethoven, Mozart, dan Strauss. Konon komet ini hanya ada dua di dunia, satunya lagi ada di Jerman.

Istana Siak Sri Indrapura merupakan salah satu kerajaan Melayu Islam yang berpengaruh di Nusantara, didirikan pada tahun 1723 oleh Raja Kecik, yang kemudian bergelar Sultan Abdul Jalil Rahmat Syah. Istana ini menyimpan banyak sejarah dan misteri, salah satunya adalah lemari besi misterius yang belum pernah bisa dibuka sampai sekarang.

Tepi Sungai Jantan yang berada dalam wilayah Ibukota Siak Sri Indrapura, kini juga sudah dibangun indah sebagai area untuk pedestrian atau pejalan kaki. Area ini diberi nama Tepian Bandar Sungai Jantan (TBSJ) dan menjadi favorit wisatawan setelah Istana Asserayah Hasyimiyah atau Istana Matahari Timur. Konsep kota yang berada dipinggir Sungai Siak ini terintegrasi dengan berbagai situs sejarah, seperti Komplek Istana Siak, klenteng tua Hock Siu Kiong, Pasar Seni, Makam Sultan Syarif Kasim II, dan Masjid Syahabuddin. 

Kabupaten Siak juga memiliki kawasan konservasi Cagar Biosfer Giam Siak Kecil - Bukit Batu (GSK-BB) yang luasnya sekitar 705,271 ha. GSK-BB ditetapkan oleh UNESCO sebagai cagar biosfer dunia pada tahun 2009. GSK-BB bertujuan untuk melindungi ekosistem, flora dan fauna endemik, serta memberikan dampak positif bagi masyarakat. GSK-BB memiliki keunikan berupa hutan rawa gambut yang masih perawan. 

Dan sesuatu yang unik juga ada di Kabupaten Siak. Bila di belahan bumi lain biasanya menggunakan jembatan sebagai tempat menggantungkan gembok cinta, seperti di Sungai Seine, Paris, maka di Mengkapan, Siak, gembok cinta itu digantungkan pada suatu tempat di tepi kawasan ekowisata hutan bakau (mangrove), dinamakan “Gembok Cinta Mangrove”. Pengunjug sering memasang gembok cinta di area ini sebagai simbol cinta dan kepedulian terhadap lingkungan.

Di tangan seorang pemimpin perempuan pemberani dan masih muda, Kabupaten Siak dengan situs sejarah dan Sungai Jantannya, ke depan akan tertata lebih indah semakin dicintai, dan masyarakatnya lebih sejahtera seayun selangkah dalam sinergi dan kolaborasi.***

(Dr. drh. H. Chaidir, MM, Penulis; Ketua Umum Forum Komunikasi Pemuka Masyarakat Riau – FKPMR; Ketua DPRD Provinsi Riau dua periode 1999-2004 dan 2004-2008)

#Kabupaten Siak

Index

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index