Dilema ASEAN dalam Konflik di Laut China Selatan (LCS)

Dilema ASEAN dalam Konflik di Laut China Selatan (LCS)

Oleh Hasrul Sani Siregar, MA Alumni Ekonomi-Politik Internasional, IKMAS, UKM Malaysia

 APA yang menjadi dilema bagi ASEAN dalam konflik di Laut China Selatan (LCS)?. Beberapa negara anggota ASEAN seperti Filipina, Malaysia, Vietnam dan Brunai Darussalam memiliki klaim sebagian terhadap kawasan di gugusan LCS. ASEAN sebagai kelompok kerjasama regional di kawasan Asia Tenggara memiliki kepentingan dalam penyelesaian konflik di LCS. Beberapa bulan terakhir telah terjadi insiden tabrakan kapal pengangkut pasokan milik Filipina yang bertabrakan dengan sebuah kapal penjaga pantai China di dekat kepulauan Spratly yang dipersengketakan oleh kedua negara. Tabrakan ini telah memicu ketegangan diantara kedua negara yang mengklaim sebagian wilayah di LCS sebagai miliknya. China mengklaim hampir seluruh wilayah di perairan LCS sebagai miliknya dan mengeyampingkan klaim-klaim dari negara-negara ASEAN yang terlibat di dalamnya.

Dalam beberapa waktu yang lalu, konflik-konflik berskala kecil yang melibatkan dua negara yang mengklaim atas kepemilikan di LCS telah terjadi. China dan Filipina sempat bentrok walaupun dengan skala kecil yang menyangkut perbatasan di LCS. Walau sempat bentrok diantara kedua negara tersebut, namun tidak sempat menimbulkan perang terbuka. Dan ini merupakan ketegangan terbaru semenjak Filipina memenangkan sengketa dengan China di LCS. Pada tahun 2013 lalu, Filipina mengajukan keberatan atas klaim dan aktivitas China di LCS kepada Mahkamah Arbitrase UNCLOS di Den Haag, Belanda. Mahkamah Arbitrase UNCLOS (United Nations Convention on the Law of the Sea) Perserikatan Bangsa-bangsa (UN) menyatakan China tidak memiliki dasar hukum untuk mengklaim wilayah perairan di LCS, namun pemerintah China tidak menerima keputusan arbitrase tersebut.

Walaupun Indonesia tidak mengklaim dan memiliki konflik di kawasan LCS, namun secara terus menerus Indonesia memiliki peran dan memandang bahwa sengketa di LCS harus diselesaikan dalam hukum internasional. Jalan perundingan dengan mentaati dan menghormati komitmen-komitmen dalam Deklarasi berperilaku di kawasan Laut China Selatan (Declaration on Conduct of the Parties in the South China Sea) harus tetap dijaga. Deklarasi berperilaku di kawasan Laut China Selatan telah disepakati oleh negara-negara anggota ASEAN dan China pada 4 November 2002 di Phnom Penh, Kamboja. Kamboja tidak terlibat secara langsung dalam konflik di LCS. Namun sebagai anggota ASEAN, Kamboja juga berkepentingan dalam penyelesaian konflik di LCS. Pengaruh China berupa berupa investasi yang besar juga menjadi dilema bagi Kamboja untuk dalam berkontribusi dalam penyelesaian konflik di LCS.

Deklarasi tersebut harus tetap terjaga dan ditaati oleh semua pihak yang bertikai secara penuh dan efektif. Masalah-masalah yang timbul hendaknya dapat diselesaikan dengan mekanisme yang telah disepakati sesuai dengan Code of Conduct tersebut. Intinya bahwa setiap negara yang memiliki sengketa di wilayah Laut China Selatan untuk tidak melakukan tindakan yang bertentangan dengan hokum Internasional dan mengedepankan meja perundingan serta menghindari konflik militer. Walaupun Indonesia tidak mengklaim untuk seluruh dan sebagian wilayah di LCS, namun Indonesia secara terus menerus berupaya untuk memberikan kontribusi dalam hal meredakan ketegangan di LCS.

Letaknya yang strategis dengan Sumber Daya Alam (SDM) yang potensial, menjadikan LCS banyak diperebutkan oleh beberapa negara yang mengklaim bahwa Gugusan di sekitar Kepulauan LCS merupakan milik mereka. Seperti diketahui Gugusan di Kepulauan LCS diperebutkan oleh beberapa negara seperti Vietnam, Taiwan, Malaysia, Filipina dan tentunya China. Di Gugusan LCS dan Gugusan Kepulauan Spartly tersebut merupakan wilayah yang hingga saat ini masih diklaim oleh negara-negara tersebut. Oleh sebab itu, Indonesia yang tidak mengklaim wilayah tersebut (Non-Claimant State), tentu memiliki kepentingan dalam hal menjaga stabilitas dan keamanan regional khususnya di kawasan Asia Tenggara, sebab beberapa negara di dalam ASEAN mengklaim dan berpotensi konflik dengan Cina yang telah mengklaim wilayah tersebut sebagai wilayahnya.

Keterlibatan ASEAN sebagai forum regional di kawasan Asia Tenggara dan Asia Pasifik dalam masalah konflik di LCS adalah dalam bentuk Forum Regional ASEAN (ASEAN Regional Forum). Dalam Forum Regional ASEAN, selain negara-negara yang tergabung dalam ASEAN, juga melibatkan mitra wicara ASEAN seperti Rusia, Amerika Serikat, China, Korea Selatan, Jepang dan Uni Eropa. Konflik di LCS yang melibatkan beberapa negara anggota ASEAN dengan China tentunya menjadikan Forum Regional ASEAN sangat penting dalam upaya penyelesaiannya melalui meja perundingan.

ASEAN Regional Forum (ARF) merupakan suatu forum yang dibentuk oleh negara-negara anggota ASEAN pada 25 Juli 1994 di Bangkok, Thailand sebagai suatu wahana bagi dialog dan konsultasi mengenai hal-hal yang berkaitan dengan politik dan keamanan di kawasan khususnya Asia Tenggara dan Asia Pasifik serta membahas dan menyamakan pandangan antara negara-negara peserta forum regional ASEAN sebagai upaya memperkecil ancaman terhadap stabilitas dan keamanan kawasan Asia Tenggara. Forum ini merupakan konsep keamanan menyeluruh yang tidak hanya mencakup aspek-aspek militer dan isu keamanan saja, juga menyangkut aspek politik, ekonomi dan sosial-budaya.

Semenjak berdiri pada 25 Juli 1994 hingga saat ini, Forum Regional ASEAN telah mengalami suatu proses pembentukan forum kesepakatan yang salah satunya bertujuan dalam hal pengembangan diplomasi pencegahan, pendekatan untuk pencegahan konflik serta peningkatan kepercayaan antar negara-negara yang tergabung dalam forum ARF tersebut. Isu masalah sengketa di LCS menjadi isu utama. China yang merasa memiliki kepentingan terhadap kawasan di LCS akhirnya juga sepakat untuk terus mengadakan dialog dan mencegah konflik terbuka sesama negara-negara yang mengakui sebagian atau seluruhnya. Deklarasi berperilaku di kawasan Laut Cina Selatan (Declaration on Conduct of the Parties in the South China Sea) akan terus menjadi panduan bagi negera-negara yang terlibat secara langsung di LCS.***

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index