Politik Komedi Komedi Politik

Politik Komedi Komedi Politik
Dr. drh. H. Chaidir, MM|Dr. drh. H. Chaidir, MM

Oleh : Dr. drh. H. Chaidir, MM

SUPAYA lebih menarik, judul tersebut bisa kita ganti, “Mempolitikkan Lawak Melawakkan Politik”. Maksudnya kira-kira, lawak itu bisa dipolitikkan. Dengan kata lain, lawak bisa digunakan sebagai alat kepentingan politik. Bayangkan saja bila presenter kocak Kiki Putri dijadikan caleg oleh sebuah partai politik misalnya, atau Bunda Corla berhasil digaet menjadi caleg, pasti sukses sebagai pendulang suara.

Lalu, bagaimana dengan melawakkan politik? Politik dengan segala wajah baik buruknya, bisa kita tertawakan, sampai terbahak-bahak. Kenapa? Karena politik itu memang lucu, tak pernah habis sebagai bahan senda gurau. Ingat Presiden Abdurrahman Wahid alias Gus Dur? Anggota DPR itu seperti taman kanak-kanak, kata Presiden sambil tertawa, khas gaya Gus Dur. Marah? Silahken. Semakin marah semakin lucu.

Pelantikan pengurus daerah Persatuan Seniman Komedi Indonesia (PaSKI) Riau, Ahad (29/1/2023) malam beberapa hari lalu di Auditorium Wan Ghalib Perpustakaan Soeman Hs, bukan agenda politik.  Catatan, sebelum terlanjur jadi masalah, hati-hati menulis akronim: PaSKI (ditulis dengan huruf “a” kecil), bukan PASKI. Salah menulis, Udin Semekot akan bertindak. (Maaf, Semekot itu akronim dari Semeter Kotor). Udin memang kecil, tapi dia pegang tongkat yang siap dipukulkan kepada siapa saja yang meremehkan PaSKI.

Pelantikan itu memang bukan agenda politik, tapi parodi yang diaminkan oleh Jarwo Kwat, Ketua Umum PaSKI Pusat dan pelawak Komeng, membuat hadirin tertawa terpongkeng-pongkeng. Betapa tidak. Sambutan Ketua Umum Jarwo Kwat awalnya berjalan dengan tertib dan lancer, formal, sesuai kaidah protokoler sebagaimana layaknya sebuah acara resmi yang dihadiri oleh perwakilan Gubernur. Namun tiba-tiba pelawak Komeng membawa mik lengkap dengan standar-nya, menempatkannya di depan podium Ketua Umum dan dengan tenang mulai pidato layaknya Ketua Umum. Maka perdebatan Jarwo Kwat dan Komeng pun tak terhindarkan dan memancing tawa sejadi-jadinya.

Dengan gaya seleboran ciri khas seorang pelawak, Jarwo Kwat, seenaknya secara spontan memberi mik meminta saya bicara sekejap setelah beliau selaku Ketua Umum melantik pengurus daerah Persatuan Seniman Komedi Indonesia (PaSKI) Riau. Ketua Umum Jarwo Kwat, #pajaDuri ini, membuat saya salah tingkah. Selaku Ketua Dewan Pembina PaSKI Riau (periode kedua) mestinya protokol yang akan mempersilakan saya tampil di podium. Ternyata tidak. Maka di tengah panggung yang masih penuh oleh pengurus PaSKI yang baru dilantik, saya pun bicara suka-suka hati. Mungkin ini yang diinginkan #pajaDuri itu. Suasana cair secair-cairnya.

Saya sampaikan, karena PaSKI Riau dilantik di awal tahun politik, dan masyarakat sedang demam caleg dan capres, saya usul agar Persatuan Seniman Komedi Indonesia (PaSKI) diganti saja namanya menjadi Partai Seniman Komedi Indonesia, PASKI. Dengan demikian, seluruh pengurus yang dilantik bisa jadi caleg. Masyarakat sudah jenuh dengan caleg dari partai politik, yang bila sudah duduk di DPRD atau DPR setiap hari kerjanya mengurus kepentingan partai, kunjungan kerja, dan kunjungan studi banding. Rakyat pasti senang bila DPRD dan DPR diisi oleh pelawak. Sidang-sidang akan pernuh tawaria, rakyat pun senang asyik tertawa setiap hari, lupa masalah dapur yang belum berasap.

Khawatir terlalu banyak bicara politik, dan khawatir mendaulat Jarwo Kwat sebagai Capres, #pajaDuri itu langsung menyetop saya. “Sudah Pak sudah, sudah, acara kita ini disiarkan live secara nasional”, ujarnya. Saya katakan, saya akan pertahankan mik yang berada di tangan ini mati-matian. Namun khawatir “konflik” di panggung meluas, apalagi saya lihat pelawak Komeng, sudah mulai hendak naik ke panggung, dan Udin Semekot sudah mulai menggerak-gerakkan tongkatnya, “insiden” pelantikan itu pun berakhir. Saya tidak jadi mendeklarasikan PaSKI menjadi partai politik. Dan gagal mendekalarasikan Jarwo Kwat sebagai kandidat Capres.

Masyarakat dibuat mabuk dan setengah pingsan oleh semua hal yang berbau politik, tak tentu siang tak tentu malam, semua menunya berasa politik. Ada menu proses caleg DPRD, DPR, DPD, pilgub, pilwako, dan ada menu pilpres. Metodanya, ada politik dagang sapi, politik belut, politik kelelawar, politik musang berbulu ayam, semua campur aduk. Maka, daripada pusing, ketawa ria sajalah bersama PaSKI. Suailah.***

Halaman

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index